"PEMBODOHAN SISWA TERSISTEMATIS"
"sekolah"
sebagian anggapan banyak orang tua mungkin merupakan harapan
satu-satunya bagi pendidikan anak agar dapat meraih masa depan yang
gemilang. Namun celakanya harapan tersebut tampaknya mulai sirna .
Sekolah tidak lagi berdaya menghaslkan manusia yang tangguh menghadapi
tantangan baik moral maupun intelektual.
Orang
tua mana yang tidak menginginkan buah hatinya mendapatkan ilmu ketika
mengenyam pendidikan di bangku sekolah? Dari bangku SD hingga perguruan
tinggi. Karena dengan pendidikan, orang tua berharap sang buah hati bisa
ikut andil mengangkat derajat bangsa kita di mata dunia. Tapi, apa
jadinya ketika sang buah hati tidak menjadi pintar malah sebaliknya
“bodoh”.
Perilaku
pembodohan siswa yang tersistematis telah menjadi penyebab bagi
gagalnya pendidikan anak bangsa yang berkualitas. Perilaku pembodohan
tersebut kini bahkan sadar tidak sadar telah mendarah daging dalam
praktik pendidikan di Indonesia. Pemalsuan ijazah, penjualan gelar,
penyuapan dari orang tua ke guru, guru yang asal mengajar, hingga
pergantian penguasa yang tidak banyak membawa perubahan selain sekedar
berganti-ganti kurikulum.
Sebuah
realita, profesi guru di Indonesia merupakan tempat pelarian
orang-orang yang gagal memperoleh pekerjaan yang (katanya) lebih
menjamin kesejahteraan. Karena profesi guru merupakan tempat
pelarian, maka Indonesia pun hanya mencetak guru-guru yang tidak pantas
untuk menjadi guru, sehingga Indonesia hanya melahirkan guru-guru yang
text book. Akhirnya, setiap awal tahun ajaran baru, guru secara tidak
langsung menjeritkan bahwa “Maaf!!! Masyarakat miskin dilarang
sekolah!!!”, karena harus membeli buku-buku cetak yang baru yang sama
dengan gurunya.
Dan
sebenarnya, kemana system pendidikan kita akan berkiblat. Mungkinkah
karena perasaan egoisme, suka meniru, jika tidak dari luar negeri, kita
tidak menganggapnya baik, akhirnya menjadi carut marutlah system
pendidikan kita. Hingga akhirnya bangsa ini tidak memiliki karakter,
cirri, budaya, dan cara sendiri yang tentunya cocok dan sesuai untuk
system pendidikan kita
Dalam
bukunya, M. Joko Susilo mencoba membagi Perilaku pembodohan siswa yang
sering terjadi menjadi tiga kelompok yaitu pertama dalam rumah tangga
yang berbentuk kurangnya perhatian, menyuap sekolah (guru), pemaksaan
hak, menyuruh anak mencari nafkah, keras dalam mendidik. Kedua dalam
sekolah, perilaku pembodohan siswa yang sering terjadi di sekolah adalah
manipulasi nilai,guru tidak percaya diri, gaya belajar yang membodohkan
siswa, soal ujian sama persis dengan tahun sebelumnya, hukuman yang
tidak mendidik, guru yang tidak ideal. Ketiga pembodohan dalam
masyarakat diantaranya adalah budaya kapitalis, anarkis, kurangnya
partisipasi masyarakat dalam pendidikan dan ijazah palsu. Dampak dari
kesalahan kebijakan pemerintah adalah termasuk tindakan pembodohan siswa
diantaranya mahalnya buku, pegadaan dan penyebaran guru, standarisasi
kelulusan siswa, mendiskriminasikan keberadaan sekolah swasta, sekolah
gratis.
Buku
tersebut memang memiliki unsur motivasi yang kuat. Boleh saja di
awal-awal bab kita akan banyak menemui kalimat kalimat berupa kritikan.
Tapi sebagai dosen, penulis memberikan saran, gagasan dan ide-ide yang
jika diimplementasikan dalam sistem pendidikan kita. Buku ini bagus
untuk di baca untuk: siswa, orang tua siswa, guru, wakil rakyat, dan
pihak pemerintahan (jika sempat), demi terwujudnya pendidikan yang
bermutu. Karena dalam mewujudkan dan mencetak SDM yang gerkualitas,
perlu adanya kerjasama antara pihak-pihak yang bersangkutan. Buku yang
berjudul “pembodohan siswa tersistematis”, tersebut menggambarkan sang
penulis sebagai figur yang peduli akan dunia pendidikan kita.
Begitu memprihatinkan jika sekolah dijadikan sebagai ajang aplikasi dari metode pembelajaran siswa tersistematis sedangkan untuk mencapai pendidikan yang berkarakter salah satu adzab yang seharusnya dijalankan oleh seorang pendidik adalah menuntun peserta didik untuk menuju sebuah perubahan manusia yang dapat menjembatani bagaimana pendidikan yang sesungguhnya diaplikasikan dalam dunia pendidikan demi terciptanya manusia yang berkarakter sekaligus sebagai penerus perubahan bangsa.